Rabu, 05 Maret 2014

BCC Hotel Skandal 7

Imigrasi Diminta Periksa Direktur Utama BCC Hotel

Petugas Imigrasi Kota Batam diminta untuk segera memeriksa ijin tinggal dan visa kerja warga negara Singapura, Toh York Yee Winston yang menjabat sebagai General Manajer atau Direktur Utama Hotel Batam City Condotel (BCC Hotel) serta beberapa pekerja asing di hotel tersebut. Winston yang diangkat melalui RUPSLB sepihak dan dikuatkan dengan akta yang dibuat Notaris Syaifudin itu diduga menyalahgunakan ijin kerja.

Toh York Yee Winston adalah warga negara Singapura yang awalnya diajak salah satu pemegang saham PT BMS (Bangun Megah Semesta) untuk bekerja di Hotel BCC. Tidak ada yang istimewa dari pria berkacamata ini, namun profesionalitas dan intelektualitasnya tidak jalan saat ditunjuk sebagai Direktur Utama PT BMS melalui RUPSLB akal akalan yang dibuat Tjipta Fudjiarta.

Dalam RUPSLB yang diselenggarakan 16 Mei 2013 dan dibuatkan aktanya pada hari yang sama oleh Notaris Syaifudin tersebut, seolah olah pemegang saham atau peserta rapat yang Cuma satu orang sekali lagi hanya Satu orang peserta Rapat saja yakni Tjipta Fudjiarta menyetujui pergantian Direktur Utama dari Conti Chandra ke Winton.

Jika cukup cerdas dan bermoral, Winston tentu tidak begitu saja mau menerima Jabatan Direktur Utama tersebut karena bisa jadi dia hanya akan menjadi Boneka sang Kapiten yang pada suatu saat nanti menjadi tumbal keganasan dan kesalahan Kapiten tersebut.

Winston juga terlalu ceroboh menerima jabatan tersebut karena Undang Undang Pemerintah RI tidak mengijinkanya. Alasanya, dia belum memiliki ijin kerja sebagai Direktur Utama di perusahaan tersebut pada saat itu dan bisa jadi ijin kerjanya tidak ada hingga saat ini. Itu bisa dilakukan pengecekan karena awalnya Winston bekerja di BCC Hotel bukan sebagai Direktur Utama sehingga jika jabatanya berbeda berarti telah menyalahgunakan ijin kerja tersebut.

“Imigrasi harus segera memeriksa Winston,” kata Direkur Eksekutif Kadin Kepri, Rahman Usman.

Menurut Rahman, Pemerintah Kota Batam dan intansi terkait diminta segera menertibkan pekerja asing di Batam karena diduga banyak yang menyalahgunakan ijin tinggal, termasuk kuat dugaan juga dilakukan Winston karena menyebabkan negara dirugikan disebabkan tidak membayar pajak.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas Satu Khusus Batam, Yudi Kurnaedi mengatakan, jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Batam mencapai ratusan orang berasal dari berbagai negara. Pekerja asing tersebut banyak bekerja di berbagai sector usaha seperti industri, jasa dan lainnya. Banyak dari pekerja asing tersebut menyalahgunakan ijin tinggal untuk menghindari pajak sehingga negara dirugikan.

“Imigrasi Kelas I khusus Batam baru saja mendeportasi dua warga negara India yakni Nanda Gopal Govindaraj (36) dan Murugan Tirupati (29) ke negara asalnya, India karena menyalahgunakan ijin tinggal dan kasus serupa masih banyak dan akan kita periksa,” katanya.

Beberapa kasus penyalahgunakan ijin tinggal oleh pekerja asing yang baru saja terjadi, kata Yudi seperti yang terjadi pada pekerja asing asal India. Kedua Tenaga Kerja Asing (TKA) tersebut bekerja di PT E-Tech Manufacturing, Tanjunguncang diduga melanggar pasal 122 huruf a UU RI nomor 6 tahun 2011, tentang Keimigrasian Indonesia. Kedua TKA tersebut sudah ditahan di Kantor Imigrasi Batam sejak Senin(24/2) lalu, dan akan diproses pencabutan dokumen izin tinggal yang dimiliki. Kedua warga negara India itu akan dideportasi ke negara asalnya India melalui Jakarta.

Terbongkarnya kasus pekerja asing asal India itu setelah mendapat laporan dari masyarakat.
Berdasarkan pemeriksaan dokumen kerja dari kementerian teknis, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, ternyata kedua TKA asal India ini melakukan kegiatan yang dinilai tidak sesuai dengan izin tinggal yang diberikan pihak Imigrasi Batam.

“Sebelumnya, Imigrasi Batam telah mengeluarkan Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas) bagi kedua TKA ini, lantaran sudah mendapatkan izin kerja dari Disnaker Batam. Namun, mereka berdua melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan Kitas yang diberikan itu,” kata Yudi.

Adapun pelanggaran Kitas yang dilakukan TKA itu adalah, Gopal tercatat bekerja sebagai Accunting Manager di PT E-Tech Manufacturing, namun fakta di lapangan yang bersangkutan ini juga menjabat sebagai manajer HRD. Selain itu, Gopal juga menjabat sebagai administrasi keuangan di PT Best Manufacturing yang beralamat di Batam Centre, perusahaan shipyard yang masih satu grup dengan PT E-Tech Manufacturing itu. Kegiatan itu tidak tercatat dalam izin kerja yang diberikan dari Disnaker Batam, sehingga tidak sesuai pula dengan izin tinggalnya atau Kitasnya.

Sedangkan, Murugan Tirupati tercatat sebagai Production Engginer di PT E-Tech Manufacturing, dan ternyata juga Murugan ini merangkap jabatan yang sama di PT Best Manufacturing. Kasus yang menimpa dua pekerja asal India itu diperkirakan juga banyak terjadi di perusahaan yang mempekerjakan orang asing seperti di BCC Hotel (Hotel Batam City Condotel). Di hotel tersebut terdapat beberapa pekerja asing, bahkan Direktur Utamanya warga negara Singapura yakni Winton. Pihak imigrasi juga diharapkan dapat memeriksa pekerja asing di BCC Hotel tersebut. (gus).

Minggu, 02 Maret 2014

BCC Hotel Skandal 6



Konspirasi Bank Ekonomi (Member of HSBC) di Skandal BCC Hotel

PT Bank Ekonomi Raharja Tbk yang sebagian besar sahamnya dimiliki HSBC (The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited) mesti bertanggung jawab saat mengambil kebijakan mengeluarkan nama salah satu pemegang saham BCC Hotel, Conti Chandra yang juga sebagai Direktur Utama karena menggunakan dasar hukum berupa akta yang dinilai tidak sah secara hukum. 

Skandal BCC Hotel terus bergulir dan mulai menyasar ke banyak pihak setelah fakta dan data ditemukan. Salah satu pihak atau lembaga yang diduga ikut berkonspirasi untuk mendongkel salah satu pemegang saham yaitu Conti Chandra adalah PT Bank Ekonomi Raharja Tbk. Perseroan yang sebagian sahamnya milik HSBC dan mengalami penurunan kinerja cukup pantastis di semester pertama 2013 tersebut dinilai menyalahi prosedur dalam mengambil kebijakan mengeluarkan nama Conti Chandra di pembukuan bank.
Awal cerita bermulai pada akhir 2012 saat Direktur Utama yang kala itu dijabat Conti Chandra yang juga salah satu pemegang saham PT BMS (Bangun Megah Semesta) mengajukan pinjaman ke Bank Ekonomi. Pinjaman disetujui dan dalam kontrak atau perjanjian tertulis dengan jelas bahwa pinjaman dilakukan antara PT BMS yang diwakili Conti Chandra sebagai Direktur Utama dan Tjipta Fudjiarta sebagai Komisaris ikut serta dalam menandatangani perjanjian kredit tersebut. Sementara itu, dari pihak Bank Ekonomi diwakili oleh Suyoto sebagai Kepala Cabang Bank Ekonomi di Batam dan turut dalam pembuatan akta perjanjian kredit adalah notaris Syaifudin.
Akhir 2012 dan menjelang awal 2013 terjadi sengketa antar pemegang saham PT BMS yang merupakan pemilik Gedung BCC Hotel. Salah seorang pemegang saham yakni Tjipta Fudjiarta merasa sudah menguasai PT BMS dan memiliki BCC Hotel setelah membeli sebagian besar saham PT BMS dari pemegang saham lainnya. Berdasarkan perhitungan penulis, saham yang dikuasai Tjipta Fudjiarta sekitar 87,5 persen dan sisa saham dimiliki Conti Chandra.
Jual beli saham tersebut telah dibuat aktanya oleh Notaris Syaifudin dan sebagian dibuat oleh notaris Anly Cenggana. Namun secara de fakto akta tersebut belum sah secara hukum karena Tjipta Fudjiarta belum membayarnya dan itu bisa dibuktikan dengan belum diserahterimakan dokumen akta asli yang juga berlaku sebagai kwitansi dari Conti Chandra sebagai penjual ke Tjipta Fudjiarta sebagai pembeli.
Setelah merasa telah menguasai PT BMS dan BCC Hotel, lantas Tjipta secara sepihak mengadakan RUPSLB untuk mengeluarkan Conti Chandra sebagai Direktur Utama lalu digantikan oleh warga negara Singapura, Toh York Yee Winston. Hasil RUPSLB itu dibuat risalahnya dalam akta yang dikeluarkan Notaris Syaifudin nomor 29 tahun 2013 yang dalam pembuatan aktanya menggunakan landasan akta fotocopy bukan yang asli sehingga banyak pakar hukum menilai pembuatan akta itu tidak prosedural dan akta yang dikeluarkan mestinya batal demi hukum.
“Dalam membuat akta, Notaris biasanya berurutan dengan melihat akta sebelumnya yang merupakan akta asli bukan fotocopy,”  kata pengamat hukum bisnis Frans Hendra Winata.
Berdasarkan akta nomor 29 tersebut, Tjipta memerintahkan manajemen Bank Ekonomi untuk mengeluarkan nama Conti Chandra dari pembukuan perseroan karena tidak lagi menjabat sebagai Direkur Utama. Akibatnya Conti Chandra merasa dirugikan atas tindakan manajemen Bank Ekonomi karena tidak lagi memiliki akses terhadap keuangan BCC Hotel. Langkah sepihak yang dilakukan Bank Ekonomi tersebut menyebabkan Conti Chandra tidak lagi mengetahui keuangan BCC Hotel selama beroperasi. Conti Chandra juga merasa namanya dicemarkan karena langkah Bank Ekonomi yang menghapus namanya dari pembukuan PT BMS seolah dia telah melakukan tindakan kejahatan.
Sebelum kejadian, Conti Chandra sudah menyurati manajemen Bank Ekonomi untuk tidak menghapus namanya karena sengketa kepemilikan BCC Hotel masih dalam proses pengadilan dan belum ada keputusan yang tetap,” kata sumber yang tidak mau disebutkan namanya.
Sengketa BCC Hotel yang bermula dari akta yang dikeluarkan notaris Anly Cenggana dan Syaifudin yang menyebut telah terjadi jual beli saham dari Conti Chandra ke Tjipta Fudjiarta yang menyebabkan Tjipta menguasai saham PT BMS sebanyak 87,5 persen saham dan sisanya dimiliki Conti Chandra. Pada saat itu, memang sudah terjadi proses jual beli namun, Conti Chandra belum menerima uang dari hasil jual beli sehingga bukti kuitansi dan akta asli masih dipegang oleh Conti Chandra sampai Tjipta membayar lunas transaksi tersebut. Namun hingga saat ini, Tjipta belum melunasi pembayaran dari jual beli saham tersebut dan ironisnya akta tersebut menjadi pedoman bagi notaries Saifudin untuk mengambil langkah strategis lainnya dengan menggelar dan menyetujui RUPSLB yang diselenggarakan oleh Tjipta yang salah satu agendanya mengantikan posisi Direktur Utama dari Conti Chandra ke Toh York Yee Winston yang merupakan warga Singapura.
Akta perubahan direksi yang berdasarkan RUPSLB yang dibuat oleh notaries Saifudin tersebut dinilai melanggar hukum sehingga Tjipta belum bisa mengatasnamakan pemilik BCC hotel karena belum melunasi pembayaran jual beli saham dan belum mengantongi kuitansi atau akta jual beli asli dari proses jual beli saham tersebut. Sayangnya, manajemen Bank Ekonomi tidak mengecek kembali keabsahan debitor dan tidak mengindahkan surat yang dikirim Conti Chandra untuk tidak segera merubah nama Direktur Utama sampai kasus hukumnya dan pembayaranya selesai.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kepri, Tajudin mengatakan, Direksi  Bank Ekonomi harusnya lebih pruden dan tidak gegabah dalam mementukan keabsahan calon debitur. Pengecekan seseorang atau calon debitur yang mengatasnamakan perusahaan atau lembaga harus dilakukan secara hati hati, terlebih dalam kasus BCC Hotel yang sedang bersengketa sehingga tidak bisa secara sepihak menghapus nama seseorang dari jabatan tertentu sebelum ada kepastian hukumnya.
“Bank Ekonomi dalam kasus ini tidak  pruden dan mestinya mengambalikan posisi Direksi seperti awalnya,” katanya.
Legalitas calon Debitur, kata Tajudin harus bisa dipastikan secara hukum oleh manajemen Bank Ekonomi sebelum mengambil kebijakan strategis menghapus nama seseorang dari posisi Dirut. Untuk itu, manajemen Bank Ekonomi harus mempertanggung jawabkan langkah yang telah diambil dan OJK sendiri berencana memanggil manajemen Bank Ekonomi Cabang Batam karena tidak berhati hati dalam mengambil keputusan.
Sementara itu, Kepala Cabang Bank Ekonomi di Batam, Suyonto ketika dikonfirmasi meminta agar penulis menghubungi Bank Ekonomi pusat di Jakarta meski yang menandatangani perjanjian kredit dan mengeluarkan Conti Chandra dari keuangan perseroan adalah Suyoto sebagai Kepala Cabang Bank Ekonomi di Batam.
Sebagai Bank yang sudah listed di Bursa dan anggota dari Bank Global yakni HSBC mestinya, manajemen Bank Ekonomi tidak ceroboh dan gegabah dalam membuat keputusan dan harusnya lebih prosedural. Akibat dari tindakan manajemen Bank Ekonomi tersebut ada pihak yang dirugikan dan dicemarkan nama baiknya sehingga wajar jika Bank Ekonomi sebagai suatu lembaga harus bertanggung jawab dan membayar atas keteledoranya. (agus salim).

BCC Hotel Skandal 6



Konspirasi Bank Ekonomi (Member of HSBC) di Skandal BCC Hotel

PT Bank Ekonomi Raharja Tbk yang sebagian besar sahamnya dimiliki HSBC (The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited) mesti bertanggung jawab saat mengambil kebijakan mengeluarkan nama salah satu pemegang saham BCC Hotel, Conti Chandra yang juga sebagai Direktur Utama karena menggunakan dasar hukum berupa akta yang dinilai tidak sah secara hukum.

Skandal BCC Hotel terus bergulir dan mulai menyasar ke banyak pihak setelah fakta dan data ditemukan. Salah satu pihak atau lembaga yang diduga ikut berkonspirasi untuk mendongkel salah satu pemegang saham yaitu Conti Chandra adalah PT Bank Ekonomi Raharja Tbk. Perseroan yang sebagian sahamnya milik HSBC dan mengalami penurunan kinerja cukup pantastis di semester pertama 2013 tersebut dinilai menyalahi prosedur dalam mengambil kebijakan mengeluarkan nama Conti Chandra di pembukuan bank.

Awal cerita bermulai pada akhir 2012 saat Direktur Utama yang kala itu dijabat Conti Chandra yang juga salah satu pemegang saham PT BMS (Bangun Megah Semesta) mengajukan pinjaman ke Bank Ekonomi. Pinjaman disetujui dan dalam kontrak atau perjanjian tertulis dengan jelas bahwa pinjaman dilakukan antara PT BMS yang diwakili Conti Chandra sebagai Direktur Utama dan Tjipta Fudjiarta sebagai Komisaris ikut serta dalam menandatangani perjanjian kredit tersebut. Sementara itu, dari pihak Bank Ekonomi diwakili oleh Suyoto sebagai Kepala Cabang Bank Ekonomi di Batam dan turut dalam pembuatan akta perjanjian kredit adalah notaris Syaifudin.

Akhir 2012 dan menjelang awal 2013 terjadi sengketa antar pemegang saham PT BMS yang merupakan pemilik Gedung BCC Hotel. Salah seorang pemegang saham yakni Tjipta Fudjiarta merasa sudah menguasai PT BMS dan memiliki BCC Hotel setelah membeli sebagian besar saham PT BMS dari pemegang saham lainnya. Berdasarkan perhitungan penulis, saham yang dikuasai Tjipta Fudjiarta sekitar 87,5 persen dan sisa saham dimiliki Conti Chandra.

Jual beli saham tersebut telah dibuat aktanya oleh Notaris Syaifudin dan sebagian dibuat oleh notaris Anly Cenggana. Namun secara de fakto akta tersebut belum sah secara hukum karena Tjipta Fudjiarta belum membayarnya dan itu bisa dibuktikan dengan belum diserahterimakan dokumen akta asli yang juga berlaku sebagai kwitansi dari Conti Chandra sebagai penjual ke Tjipta Fudjiarta sebagai pembeli.

Setelah merasa telah menguasai PT BMS dan BCC Hotel, lantas Tjipta secara sepihak mengadakan RUPSLB untuk mengeluarkan Conti Chandra sebagai Direktur Utama lalu digantikan oleh warga negara Singapura, Toh York Yee Winston. Hasil RUPSLB itu dibuat risalahnya dalam akta yang dikeluarkan Notaris Syaifudin nomor 29 tahun 2013 yang dalam pembuatan aktanya menggunakan landasan akta fotocopy bukan yang asli sehingga banyak pakar hukum menilai pembuatan akta itu tidak prosedural dan akta yang dikeluarkan mestinya batal demi hukum.

“Dalam membuat akta, Notaris biasanya berurutan dengan melihat akta sebelumnya yang merupakan akta asli bukan fotocopy,”  kata pengamat hukum bisnis Frans Hendra Winata.

Berdasarkan akta nomor 29 tersebut, Tjipta memerintahkan manajemen Bank Ekonomi untuk mengeluarkan nama Conti Chandra dari pembukuan perseroan karena tidak lagi menjabat sebagai Direkur Utama. Akibatnya Conti Chandra merasa dirugikan atas tindakan manajemen Bank Ekonomi karena tidak lagi memiliki akses terhadap keuangan BCC Hotel. Langkah sepihak yang dilakukan Bank Ekonomi tersebut menyebabkan Conti Chandra tidak lagi mengetahui keuangan BCC Hotel selama beroperasi. Conti Chandra juga merasa namanya dicemarkan karena langkah Bank Ekonomi yang menghapus namanya dari pembukuan PT BMS seolah dia telah melakukan tindakan kejahatan.
Sebelum kejadian, Conti Chandra sudah menyurati manajemen Bank Ekonomi untuk tidak menghapus namanya karena sengketa kepemilikan BCC Hotel masih dalam proses pengadilan dan belum ada keputusan yang tetap,” kata sumber yang tidak mau disebutkan namanya.

Sengketa BCC Hotel yang bermula dari akta yang dikeluarkan notaris Anly Cenggana dan Syaifudin yang menyebut telah terjadi jual beli saham dari Conti Chandra ke Tjipta Fudjiarta yang menyebabkan Tjipta menguasai saham PT BMS sebanyak 87,5 persen saham dan sisanya dimiliki Conti Chandra. Pada saat itu, memang sudah terjadi proses jual beli namun, Conti Chandra belum menerima uang dari hasil jual beli sehingga bukti kuitansi dan akta asli masih dipegang oleh Conti Chandra sampai Tjipta membayar lunas transaksi tersebut. Namun hingga saat ini, Tjipta belum melunasi pembayaran dari jual beli saham tersebut dan ironisnya akta tersebut menjadi pedoman bagi notaries Saifudin untuk mengambil langkah strategis lainnya dengan menggelar dan menyetujui RUPSLB yang diselenggarakan oleh Tjipta yang salah satu agendanya mengantikan posisi Direktur Utama dari Conti Chandra ke Toh York Yee Winston yang merupakan warga Singapura.

Akta perubahan direksi yang berdasarkan RUPSLB yang dibuat oleh notaries Saifudin tersebut dinilai melanggar hukum sehingga Tjipta belum bisa mengatasnamakan pemilik BCC hotel karena belum melunasi pembayaran jual beli saham dan belum mengantongi kuitansi atau akta jual beli asli dari proses jual beli saham tersebut. Sayangnya, manajemen Bank Ekonomi tidak mengecek kembali keabsahan debitor dan tidak mengindahkan surat yang dikirim Conti Chandra untuk tidak segera merubah nama Direktur Utama sampai kasus hukumnya dan pembayaranya selesai.

Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kepri, Tajudin mengatakan, Direksi  Bank Ekonomi harusnya lebih pruden dan tidak gegabah dalam mementukan keabsahan calon debitur. Pengecekan seseorang atau calon debitur yang mengatasnamakan perusahaan atau lembaga harus dilakukan secara hati hati, terlebih dalam kasus BCC Hotel yang sedang bersengketa sehingga tidak bisa secara sepihak menghapus nama seseorang dari jabatan tertentu sebelum ada kepastian hukumnya.

“Bank Ekonomi dalam kasus ini tidak  pruden dan mestinya mengambalikan posisi Direksi seperti awalnya,” katanya.

Legalitas calon Debitur, kata Tajudin harus bisa dipastikan secara hukum oleh manajemen Bank Ekonomi sebelum mengambil kebijakan strategis menghapus nama seseorang dari posisi Dirut. Untuk itu, manajemen Bank Ekonomi harus mempertanggung jawabkan langkah yang telah diambil dan OJK sendiri berencana memanggil manajemen Bank Ekonomi Cabang Batam karena tidak berhati hati dalam mengambil keputusan.

Sementara itu, Kepala Cabang Bank Ekonomi di Batam, Suyonto ketika dikonfirmasi meminta agar penulis menghubungi Bank Ekonomi pusat di Jakarta meski yang menandatangani perjanjian kredit dan mengeluarkan Conti Chandra dari keuangan perseroan adalah Suyoto sebagai Kepala Cabang Bank Ekonomi di Batam.

Sebagai Bank yang sudah listed di Bursa dan anggota dari Bank Global yakni HSBC mestinya, manajemen Bank Ekonomi tidak ceroboh dan gegabah dalam membuat keputusan dan harusnya lebih prosedural. Akibat dari tindakan manajemen Bank Ekonomi tersebut ada pihak yang dirugikan dan dicemarkan nama baiknya sehingga wajar jika Bank Ekonomi sebagai suatu lembaga harus bertanggung jawab dan membayar atas keteledoranya. (agus salim).