PT. Palindo Marine Shipyard merupakan salah satu dari ratusan perusahaan galangan kapal di Batam yang memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun dan telah memproduksi sekitar dua ratus kapal berbagai tipe dan ukuran, antara lain Crew Boat, Passenger Ferry, Patrol Boat, Rescue Boat dan jenis kapal lainnya. Perusahaan itu juga memproduksi puluhan kapal perang untuk kebutuhan TNI, dua diantaranya yakni KRI Pari -849 dan KRI Sembilang-850 baru saja diluncurkan.
Pemerintah mengalokasikan anggaran
untuk pembelian Alutsista atau alat utama system persenjataan sekitar 28,2 triliun
rupiah pada tahun ini dan jumlah itu terus meningkat setiap tahunnya. Anggaran
tersebut akan digunakan untuk membeli sejumlah peralatan militer untuk
melengkapi kebutuhan pertahanan nasional dan kebijakan pemerintah serta TNI,
pembelian akan diupayakan di dalam negeri untuk mendukung industri nasional.
Beberapa alutsista memang dibeli
dari dalam negeri dan salah satunya dari perusahaan di Batam yang memproduksi
kapal dengan berbagai tipe dan ukuran. Hingga saat ini, TNI AL telah membeli
lima kapal perang produksi perusahaan di Batam yakni PT Palindo Marine
Shipyard, kelima kapal perang itu adalah KRI Clurit-641, KRI Kujang-642, KRI
Beladau-643, KRI Pari-849 dan KRI Sembilang-850.
Walikota Batam Ahmad Dahlan merasa
bangga ada perusahaan di daerahnya yang mampu memproduksi kapal perang dan itu
akan terus didukung karena kedepanya Batam dengan lokasi yang sangat strategis
akan terus mengembangkan industri pertahanan berstandar internasional. Selain
kapal perang, diharapkan ada juga perusahaan di Batam yang mampu memproduksi
Alutsista lainnya seperti persenjataan dan ampibhi. Untuk itu, Walikota Batam mengundang investor
yang tertarik untuk mengembangkan industri pertahanan di Batam akan mendapat
perhatian khusus dari pemerintah daerah.
“Batam sangat potensial menjadi
kawasan industri pengembangan alutsista karena letaknya yang strategis dan
fasilitas FTZ yang dimilikinya membuat kebutuhan bahan baku yang sebagian impor
menjadi murah sehingga biaya produksi bisa ditekan,” kata Dahlan.
Pengembangan industri Alutsista di
Batam juga selaras dengan misi pemerintah pusat yang akan memperkuat
industri alat utama sistem persenjataan (alutsista) dengan cara alih teknologi
dan mengundang investor untuk membangun manufakturnya di Tanah Air.
Menurut Dahlan, sampai saat ini belum banyak perusahaan swasta yang mengembangkan industri alutsista karena penguasaan pasar alutsista masih dikuasai BUMN industri strategis seperti PT Dirgantara Indonesia yang memproduksi pesawat, PT PAL Indonesia yang membuat kapal, dan PT Pindad yang telah mampu memproduksi panser dan senjata.
Menurut Dahlan, sampai saat ini belum banyak perusahaan swasta yang mengembangkan industri alutsista karena penguasaan pasar alutsista masih dikuasai BUMN industri strategis seperti PT Dirgantara Indonesia yang memproduksi pesawat, PT PAL Indonesia yang membuat kapal, dan PT Pindad yang telah mampu memproduksi panser dan senjata.
Agar
industri Alutsista di Batam bisa tumbuh lebih cepat, kata Dahlan dibutuhkan
regulasi dan dukungan penuh dari pemerintah pusat karena industri Alutsista tidak
sama dengan industri lainnya.
Sementara
itu, pasar yang ada cukup besar karena
selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, produksi alutsista juga bisa
untuk memenuhi kebutuhan negara tetangga yang juga cukup tinggi seperti
Malaysia, Singapura dan negara lainnya. Anggaran Alutsista dalam negeri sendiri
cukup besar yakni sekitar 99 triliun rupiah
selama 2010 hingga 2014.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, sejak diluncurkanya kapal
perang pertama buatan perusahaan di Batam yakni jenis kapal cepat rudal 40,
yang diberi nama Kapal Republik Indonesia Clurit-641 menjadi milestone perjalanan kemandirian
industri pertahanan nasional dan Batam menjadi salah satu daerah yang patut
diperhitungkan untuk pengembangan industri strategis karena tersedianya
sumberdaya. Untuk itu, Pemerintah daerah di Batam harus fokus dalam pengembangan industri alutsista yakni pada pembuatan kapal, meski kedepannya bisa saja diproduksi jenis alutsista lainnya.
Direktur Pusat layanan terpadu satu pintu yang juga Humas Badan Pengusahaan FTZ Batam, Dwi Djoko Wiwoho mengatakan, sejak sepuluh tahun terakhir Batam memang sedang giat mengembangkan industri galangan kapal yang memproduksi kapal berbagai tipe dan ukuran termasuk kapal perang dan hingga saat ini lebih dari 70 investor asing yang sudah membangun pabriknya di Batam dan telah memproduksi berbagai macam jenis dan tipe kapal dari yang kecil sampai kapal tanker termasuk kapal perang.
“Total nilai realisasi investasi baru di bidang galangan kapal sepanjang lima tahun belakangan mencapai 42,7 juta dollar AS dengan total proyek 46 dan menciptakan lapangan kerja sebanyak 3.400 pekerja,” kata Djoko.
Tingginya minat investor asing membangun pabrik galangan kapal di Batam menyebabkan semakin terbatasnya lahan dan saat ini BP Batam telah mengalihkan investasi tersebut ke kawasan FTZ Karimun yang masih memiliki lahan cukup luas.
Menurut Djoko, industri galangan kapal di Batam pada 2011 menjadi industri yang paling cepat tumbuh disbanding industri lainnya dengan nilai investasi 17,6 juta dollar AS dengan 23 proyek. Pada 2010, terdapat 11 proyek dengan total investasi 8,2 juta dollar AS, 2009 dengan 7 proyek dan 12,2 juta dollar AS, 2008 dengan 3 proyek dan 2,5 juta dollar AS, 2007 dengan 3 proyek dan 827 ribu dollar AS, dan pada 2006 hanya 1 proyek dengan 1 juta dollar AS.
Banyaknya perusahaan galangan kapal di Batam menjadi modal potensial untuk pengembangan industri alutsista di daerah ini karena sebagian besar perusahaan galangan kapal yang ada sudah mampu memproduksi aneka jenis kapal berbagai ukuran dan tipe. Hanya saja yang dibutuhkan adalah permintaan atau pasar dan jika sebagian dana Alutsista TNI memang benar digunakan untuk membeli alutsista produksi dalam negeri maka bisa dipastikan industri alutsista di Batam akan tumbuh subur karena order yang cukup banyak dari TNI. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar