Rabu, 26 Februari 2014

BCC Hotel Skandal 5


Obrolan Wartawan dengan Notaris

Sore menjelang malam pada hari Kamis 20 Februari 2014, saya menerima telpon dari Notaris Syaifudin yang meminta kehadiran saya untuk hadir di pertemuan dengan sejumlah notaries di kantor notaries Yondri Darto.

“……Agus Salim sayang… diminta kehadiranya ya besok (jumat/21/2) sekitar pukul 5 sore rapat dengan teman teman notaries di kantor Yondri……..,” kata Syaifudin. Entah apa maksud perkataan sayang tersebut, lalu saya menjawab bersedia untuk hadir dalam acara itu.

Besoknya, Jumat (21/2) sekitar pukul 5 sore saya ternyata tidak bisa hadir karena masih harus mengerjakan laporan dan beberapa kali Notaris Yondri Darto telpon ke saya lalu sms yang meminta kehadiran saya dalam rapat itu. Lalu saya balas smsnya tidak dapat hadir dan minta untuk dijadwal ulang. Lalu pertemuan di jadwal ulang pada hari Senin (24/2) di jam yang sama.

Senin sore sekitar pukul 5 kurang 5 menit saya sudah sampai di kantor notaries Yondri dan menunggu sesaat di kursi tamu. Beberapa menit kemudian, Notaris Andreas Timothy hadir dan menyapa saya lalu duduk disebelah saya, sesaat kemudian dia pergi ke ruang rapat mengajak saya namun saya persilahkan terlebih dahulu.

Beberapa saat saya masuk ruangan rapat yang didalamnya sudah ada Andreas Timothy dan seorang notaries perempuan yang katanya Sekretaris INI (Ikatan Notaris Indonesia) kota Batam. Waktu sudah menunjukan pukul 17.25 dan rapat belum dimulai lalu seorang wanita menyuguhkan minuman teh ke saya dan beberapa saat kemudian muncul tiga orang notaries yang salah satuya Syaifudin setelah itu Yondri datang dan rapat segera dimulai.

Sebelum rapat dimulai Notaris Yondri Darto yang mengenakan kemeja warna putih berkacamata yang ada talinya dan hampir seluruh rambutnya berwarna putih itu meminta saya untuk menunjukan kartu anggota.
“Kartu anggota nya mana……” kata dia.

Saya bingung dengan pertanyaan itu, lalu saya Tanya maksudnya kartu pers atau kartu nama dan rupanya dia minta kartu pers lalu saya perlihatkan kartu saya.

Yondri yang bolak balik membenarkan letak kaca matanya itu lalu mencoba untuk mengakrapkan diri dengan saya dan bertanya asal atau suku saya dan lainnya namun tidak saya gubris.

Sekitar pukul 17.40 rapat dimulai dan Yondri menjelaskan bahwa pertemuan itu untuk membahas Tulisan yang saya buat di kolom Opini yang terbit di media lokal Batam pada 5 Februari 2014.
Sambil terus membenarkan posisi kacamatanya, Yondri minta saya untuk menjelaskan kronologis pembuatan tulisan tersebut dan bagaimana bisa ada kutipan dua notaries yakni Andreas Timothy dan Sinward dalam tulisan itu.

Awalnya saya terkejut juga mendapat pertanyaan itu, karena dalam undanganya Yondri mengatakan hanya silaturahmi namun sepertinya saya disidang oleh lima orang notaries terkait dengan tulisan saya tersebut. Lalu dengan senyuman kecil saya mencoba menjelaskan bahwa saya tidak bisa memberi keterangan terhadap tulisan yang saya buat jika tidak diminta Pimpinan Redaksi atau Dewan Pers. Pihak pihak yang merasa dirugikan atas tulisan saya tersebut bisa menggunakan hak jawab atau membuat tulisan bantahan.
Rupanya Yondri tidak puas denga jawaban saya dan tetap meminta saya untuk menjelaskan kronologis tulisan tersebut karena menyangkut dua anggotanya yang dimuat dalam tulisan saya itu.

Tak da jalan lain, akhirnya saya mencoba memberi penjelasan singkat terkait tulisan itu bahwa tulisan tentang Sengketa BCC Hotel tersebut saya buat memang saya bertemu langsung dengan Notaris Andreas Timothy dan Sinwar. Menurut Saya komentar kedua notaries dalam tulisa itu tidaklah menyasar pada seseorang tetapi hanya komentar normatif yang memang mestinya seperti itu terkait dengan standar kerja notaries dan itu juga tertulisa di banyak buku tentang jabatan notaries termasuk undang undang tentang Notaris.

Diskusi atau rapat lalu berkembang dan ada Notaris yang mencoba mengajari saya tentang Kerja Pers. Menurut pria notaries yang bernama Feri itu dalam Undang Undang Pers seorang wartawan harus menulis berita berimbang dan tidak memihak.. bla bla bla bla………..

Saya mendengarkan dengan terkagum kagum penjelasan notaries Feri itu karena ternyata notaries juga mengerti tentang kerja pers…… dalam hati saya alhamdulilah… ternyata ada juga orang yang mengerti kerja pers.

Sayangnya…Feri yang menuduk saya tendensius dalam membuat berita atau tulisan itu tidak bertanya sebelumnya ke saya diluar rapat. Sebab, tentu saja sebelum menulis berita atau tulisan saya sudah menanyakan pada dua belah pihak yang terlibat dalam tulisan itu. Namun, jika satu pihak tidak mau memberikan komentar maka saya tidak bisa berbuat apa apa lagi, namun tulisan tetap harus dikelurkan.

Seorang notaries lagi yang saya lupa namanya, namun etnis Tiong Hoa dan badanya sedikit tambun menjelaskan bahwa dia juga sering menulis di opini dan menurutnya opini yang saya tulis tidak layak diterbitka…… he he he he… saya senyum senyum saja mendengarnya.

Menurutnya… lebih bagus saya menulis tentang patung usman harun yang saat ini sedang heboh……. Ha ha ha…

Saya mendengarkan sambil angguk angguk kepala dan dalam hati saya….. siapa yang bisa mengatakan layak atau tidak layak terhadap suatu tulisan untuk dimuat di media. Kelihatanya temen saya itu mencoba untuk berperan sebagai Editor di surat kabar.

Lalu… penjelasanya tentang sebaiknya saya menulis tentang Pahlawan Usman Harun yang saat ini lagi mejadi bahan pembicaraan di Indonesia dan Singapura itu semakin mengelitik saya…. Karena jika dia sering menulis di opini, kenapa bukan dia saja yang menulis dan koq… malah saya yang disuruh menulis tentang itu……

he he he he he…….agaknya teman saya itu ingin berperan sebagai Pimpinan Redaksi yang memerintahkan wartawan untuk menulis ini dan itu….. walah walah……….

Notaris Syaifudin yang awalnya diam saja sambil sibuk memainkan tut tut handphonenya…. Angkat bicara. Menurutnya, tulisan saya itu tendensius dan menurutnya ada pesan sponsor dalam tulisan itu.

“Pasti ada pesan sponsor dalam tulisan saudara,” kata Syaifudin.

Weleh weleh………………mendapat tuduhan langsung seperti itu saya minta Syaifudin berhati hati dalam bicara karena tuduhan seperti itu bisa dikenai sangsi hukum jika saya tidak menerimanya dan melaporkanya kepada pihak berwajib.

Syaifudin terus nyerocos dan mengatakan bahwa saya juga pernah mengancam dia melalui telpon terkait tulisan yang saya buat tersebut. Menurut dia, Saya mengatakan anda tidak takut masuk penjara akibat membuat akta yang tidak jelas…..

Waduh… saya terkejut mendengarnya dan saya katakana dia telah berbohong karena bagaiamana mungkin saya mengancam  dan tidak pernah saya mengancam seseorang. Sebab tidak ada kepentingan saya dalam setiap berita yang saya buat……

Huhhhhhhhhhhhhhhhhhh……….. sambil menarik napas panjang saya coba perhatikan mata Syaifudin…. Sungguh… saya melihat bola mata yang sedang galau….

Hampir dua jam rapat berlangsung dan…. Saya tidak tahu apa hasilnya tapi dari diskusi tersebut saya belajar satu hal.

Orang yang salah akan sulit mengatakan bersalah dan minta maaf namun kebanyakan orang salah mencari cara untuk menyalahkan orang lain. (agus salim).











Tidak ada komentar:

Posting Komentar