Obrolan
Wartawan dengan Notaris
Sore menjelang malam pada hari Kamis 20 Februari
2014, saya menerima telpon dari Notaris Syaifudin yang meminta kehadiran saya
untuk hadir di pertemuan dengan sejumlah notaries di kantor notaries Yondri Darto.
“……Agus Salim sayang… diminta kehadiranya ya besok
(jumat/21/2) sekitar pukul 5 sore rapat dengan teman teman notaries di kantor
Yondri……..,” kata Syaifudin. Entah apa maksud perkataan sayang tersebut, lalu saya
menjawab bersedia untuk hadir dalam acara itu.
Besoknya, Jumat (21/2) sekitar pukul 5 sore saya
ternyata tidak bisa hadir karena masih harus mengerjakan laporan dan beberapa
kali Notaris Yondri Darto telpon ke saya lalu sms yang meminta kehadiran saya
dalam rapat itu. Lalu saya balas smsnya tidak dapat hadir dan minta untuk
dijadwal ulang. Lalu pertemuan di jadwal ulang pada hari Senin (24/2) di jam
yang sama.
Senin sore sekitar pukul 5 kurang 5 menit saya sudah
sampai di kantor notaries Yondri dan menunggu sesaat di kursi tamu. Beberapa menit
kemudian, Notaris Andreas Timothy hadir dan menyapa saya lalu duduk disebelah
saya, sesaat kemudian dia pergi ke ruang rapat mengajak saya namun saya
persilahkan terlebih dahulu.
Beberapa saat saya masuk ruangan rapat yang
didalamnya sudah ada Andreas Timothy dan seorang notaries perempuan yang
katanya Sekretaris INI (Ikatan Notaris Indonesia) kota Batam. Waktu sudah
menunjukan pukul 17.25 dan rapat belum dimulai lalu seorang wanita menyuguhkan
minuman teh ke saya dan beberapa saat kemudian muncul tiga orang notaries yang
salah satuya Syaifudin setelah itu Yondri datang dan rapat segera dimulai.
Sebelum rapat dimulai Notaris Yondri Darto yang mengenakan
kemeja warna putih berkacamata yang ada talinya dan hampir seluruh rambutnya
berwarna putih itu meminta saya untuk menunjukan kartu anggota.
“Kartu anggota nya mana……” kata dia.
Saya bingung dengan pertanyaan itu, lalu saya Tanya maksudnya
kartu pers atau kartu nama dan rupanya dia minta kartu pers lalu saya
perlihatkan kartu saya.
Yondri yang bolak balik membenarkan letak kaca
matanya itu lalu mencoba untuk mengakrapkan diri dengan saya dan bertanya asal
atau suku saya dan lainnya namun tidak saya gubris.
Sekitar pukul 17.40 rapat dimulai dan Yondri
menjelaskan bahwa pertemuan itu untuk membahas Tulisan yang saya buat di kolom
Opini yang terbit di media lokal Batam pada 5 Februari 2014.
Sambil terus membenarkan posisi kacamatanya, Yondri
minta saya untuk menjelaskan kronologis pembuatan tulisan tersebut dan
bagaimana bisa ada kutipan dua notaries yakni Andreas Timothy dan Sinward dalam
tulisan itu.
Awalnya saya terkejut juga mendapat pertanyaan itu,
karena dalam undanganya Yondri mengatakan hanya silaturahmi namun sepertinya
saya disidang oleh lima orang notaries terkait dengan tulisan saya tersebut. Lalu
dengan senyuman kecil saya mencoba menjelaskan bahwa saya tidak bisa memberi
keterangan terhadap tulisan yang saya buat jika tidak diminta Pimpinan Redaksi
atau Dewan Pers. Pihak pihak yang merasa dirugikan atas tulisan saya tersebut
bisa menggunakan hak jawab atau membuat tulisan bantahan.
Rupanya Yondri tidak puas denga jawaban saya dan
tetap meminta saya untuk menjelaskan kronologis tulisan tersebut karena
menyangkut dua anggotanya yang dimuat dalam tulisan saya itu.
Tak da jalan lain, akhirnya saya mencoba memberi
penjelasan singkat terkait tulisan itu bahwa tulisan tentang Sengketa BCC Hotel
tersebut saya buat memang saya bertemu langsung dengan Notaris Andreas Timothy
dan Sinwar. Menurut Saya komentar kedua notaries dalam tulisa itu tidaklah
menyasar pada seseorang tetapi hanya komentar normatif yang memang mestinya
seperti itu terkait dengan standar kerja notaries dan itu juga tertulisa di
banyak buku tentang jabatan notaries termasuk undang undang tentang Notaris.
Diskusi atau rapat lalu berkembang dan ada Notaris
yang mencoba mengajari saya tentang Kerja Pers. Menurut pria notaries yang
bernama Feri itu dalam Undang Undang Pers seorang wartawan harus menulis berita
berimbang dan tidak memihak.. bla bla bla bla………..
Saya mendengarkan dengan terkagum kagum penjelasan notaries
Feri itu karena ternyata notaries juga mengerti tentang kerja pers…… dalam hati
saya alhamdulilah… ternyata ada juga orang yang mengerti kerja pers.
Sayangnya…Feri yang menuduk saya tendensius dalam
membuat berita atau tulisan itu tidak bertanya sebelumnya ke saya diluar rapat.
Sebab, tentu saja sebelum menulis berita atau tulisan saya sudah menanyakan
pada dua belah pihak yang terlibat dalam tulisan itu. Namun, jika satu pihak tidak
mau memberikan komentar maka saya tidak bisa berbuat apa apa lagi, namun
tulisan tetap harus dikelurkan.
Seorang notaries lagi yang saya lupa namanya, namun
etnis Tiong Hoa dan badanya sedikit tambun menjelaskan bahwa dia juga sering
menulis di opini dan menurutnya opini yang saya tulis tidak layak diterbitka……
he he he he… saya senyum senyum saja mendengarnya.
Menurutnya… lebih bagus saya menulis tentang patung
usman harun yang saat ini sedang heboh……. Ha ha ha…
Saya mendengarkan sambil angguk angguk kepala dan
dalam hati saya….. siapa yang bisa mengatakan layak atau tidak layak terhadap
suatu tulisan untuk dimuat di media. Kelihatanya temen saya itu mencoba untuk
berperan sebagai Editor di surat kabar.
Lalu… penjelasanya tentang sebaiknya saya menulis
tentang Pahlawan Usman Harun yang saat ini lagi mejadi bahan pembicaraan di
Indonesia dan Singapura itu semakin mengelitik saya…. Karena jika dia sering
menulis di opini, kenapa bukan dia saja yang menulis dan koq… malah saya yang
disuruh menulis tentang itu……
he he he he he…….agaknya teman saya itu ingin
berperan sebagai Pimpinan Redaksi yang memerintahkan wartawan untuk menulis ini
dan itu….. walah walah……….
Notaris Syaifudin yang awalnya diam saja sambil sibuk
memainkan tut tut handphonenya…. Angkat bicara. Menurutnya, tulisan saya itu
tendensius dan menurutnya ada pesan sponsor dalam tulisan itu.
“Pasti ada pesan sponsor dalam tulisan saudara,”
kata Syaifudin.
Weleh weleh………………mendapat tuduhan langsung seperti
itu saya minta Syaifudin berhati hati dalam bicara karena tuduhan seperti itu
bisa dikenai sangsi hukum jika saya tidak menerimanya dan melaporkanya kepada
pihak berwajib.
Syaifudin terus nyerocos dan mengatakan bahwa saya
juga pernah mengancam dia melalui telpon terkait tulisan yang saya buat
tersebut. Menurut dia, Saya mengatakan anda tidak takut masuk penjara akibat
membuat akta yang tidak jelas…..
Waduh… saya terkejut mendengarnya dan saya katakana dia
telah berbohong karena bagaiamana mungkin saya mengancam dan tidak pernah saya mengancam seseorang. Sebab
tidak ada kepentingan saya dalam setiap berita yang saya buat……
Huhhhhhhhhhhhhhhhhhh……….. sambil menarik napas
panjang saya coba perhatikan mata Syaifudin…. Sungguh… saya melihat bola mata
yang sedang galau….
Hampir dua jam rapat berlangsung dan…. Saya tidak
tahu apa hasilnya tapi dari diskusi tersebut saya belajar satu hal.
Orang
yang salah akan sulit mengatakan bersalah dan minta maaf namun kebanyakan orang
salah mencari cara untuk menyalahkan orang lain. (agus salim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar