Jumat, 14 Februari 2014

Pengawasan Daerah Perbatasan Harus Ditingkatkan


BATAM – Pemerintah diminta meningkatkan pengawasan di kawasan perbatasan karena banyaknya potensi masalah yang ditimbulkan seperti kasus trafficking atau perdagangan manusia. Peningkatan pengawasan bisa dilakukan dengan memperketat arus keluar masuk warga khususnya warga yang dicurigai menjadi korban trafficking dan menyediakan infrastruktur untuk pemulangan warga korban perdagangan manusia. 
 
Anggota DPR RI Komisi X, Hj Herlini Amran mengatakan, kasus traficking di Provinsi Kepri, khususnya untuk wilayah perbatasan negara seperti Batam dan Kabupaten Karimun cukup mencolok dan sering terjadi karena wilayah tersebut merupakan tempat potensial untuk berbagai kedok yang ujung-ujungnya merupakan praktik jual beli manusia. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Kepri dan Pemkab serta Pemkot perlu melakukan langkah-langkah kemanusian, menyediakan shelter, tenaga sosial, pemulangan ke daerah asal dan langkah kemanusiaan lain lainnya yang harus dilakukan.

“Harus ada upaya yang sifatnya adminitratif, berupa pengawasan Kartu Tanda Penduduk (KTP) terhadap pelintas batas dengan mengecek ke tempat kos-kosan, penginapan, hotel yang ditengarai dan sebagainya. Tapi mereka semua adalah saudara-saudara kita sehingga harus dibedakan dengan pelaku criminal. Yang jelas langkah administratif tersebut adalah antisipasi atau memonitor keberadaan pelintas batas," katanya, Jumat (3/1).
Praktik traficking masih sering terjadi dan saat ini bahkan melibatkan anak dibawah umur atau anak sekolah dan mereka melakukan transaksi seks di hotel-hotel yang ada di Kabupaten Karimun maupun Batam. Itu bisa terjadi dipicu faktor ekonomi dan perubahan gaya hidup masyarakat.
Oleh karenanya, solusi yang harus dijalan adalah, bagaimana pemerintah membuat perencanaan kebijakan pembangunan yang komprehensif, pendekatannya bukan hanya pada nominal yang dibuat, tetapi ada telaah secara sosial dan politik yang komprehensif.  Penggunaan para ilmuan non ekonomi dan statistic dalam perencanaan pembangunan mendesak. Sehingga ilmuan sosial, agama, hukum, politik dapat memberikan pemetaan dan perencanaan sosial dalam sebuah draff pembangunan.
“Kita punya Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I) tapi yang terkesan ditonjolkan adalah penjualan potensi pertambangan nasional,” katanya. (gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar