Pengambilalihan BCC
Hotel oleh Tjipta Fudjiarta diduga dimuluskan dengan sejumlah akta yang dibuat
Notaris Syaifudin. Akta akta yang diduga cacat hukum tersebut mesti dibatalkan
demi keadilan dan yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan perbuatanya.
Tjipta
Fudjiarta agaknya masih belum bisa tidur nyenyak dan menikmati keuntungan dari
BCC Hotel karena sejumlah produk hukum yang mensahkan kepemilikan sahamnya di
PT BMS patut dipertanyakan. Contohnya dalam akta nomor 3,4 dan 5 yang
diterbitkan Notaris Anly Cenggana tanggal 30 Nopember 2011 disebutkan telah
terjadi pengambilalihan saham dari Sutriswi, Wie Meng dan Hasan oleh Tjipta
Fudjiarta.
Mestinya,
Tjipta dapat menunjukan bukti otentik berupa akta asli kepemilikan saham saham
tersebut dan sampai kapanpun dia tidak dapat membuktikanya karena sudah diakui
sendiri Taipan asal Medan itu tidak memilikinya. Lantas apakah sudah sah
kepemilikan saham tersebut ?....
Lebih
konyol lagi, melalui penasihat hukumnya Fajar Syahnan Damanik dan Rekan,Tjipta
Fudjiarta dalam
jawaban atas gugatan Conti Chandra mengakui telah membeli saham
Andres Sie sebanyak 28 lembar saham berdasarkan akta nomor 35 dan 36 yang
diterbitkan notaries Anly Cenggana tanggal 19 Desember 2011. Padahal…. Jelas
jelas dalam akta nomor 35 dan 36 disebutkan bahwa Andres Sie menjual sahamnya
kepada Conti Chandra bukan ke “Tuan” Tjipta Fudjiarta.
Atas
dasar akta akta yang masih dipertanyakan tesebut, pria berkacamata tebal itu seolah
berjalan bak Kapiten yang punya pedang panjang lalu merasa sudah memiliki BCC
Hotel padahal penjualan Hotel tersebut belum sempat dilakukan.
Arah
angin kala itu mungkin berpihak pada Tjipta Fudjiarta untuk memiliki BCC Hotel,
sebab mimpinya itu konon dibuka
jalannya lebar lebar oleh Notaris Syaifudin. Itu dibuktikan dengan
diterbitkanya akta nomor 11 dan 12 tanggal 7 September 2012, akta nomor 28 dan
29 tanggal 16 Mei 2013 serta akta nomor 1 dan 2 tanggal 01 Juli 2013.
Dalam
akta yang diterbitkan tersebut terlihat upaya mendepak Conti Chandra dari PT
BMS secara yuridis. Mari dikaji satu persatu akta tersebut..dalam akta nomor 11
dan 12 tanggal 7 September 2012 disebut telah terjadi pengalihan saham sebanyak
218 lembar milik Conti Chandra ke Tjipta Fudjiarta, padahal dalam transaksi
tersebut Istri Conti Chandra tidak menyetujui sehingga tidak ikut serta
menandatangani aktanya sehingga patut dipertanyakan keabsahanya.
Lalu
dalam akta nomor 28 dan 29 tanggal 16 Mei 2013 terlihat perbuatan Notaris
Syaifudin yang sangat tidak masuk akal. Di akta nomor 28 disebutkan bahwa rapat
menunda untuk membahas laporan keuangan dan diakhir tulisan akta disebutkan
bahwa “…. Sementara saat akta sedang dipersiapkan oleh saya, notaries, maka
Tuan Conti Chandra telah meninggalkan tempat rapat..” akta itu dibuat pukul
12.00 WIB.
Lalu
pada akta nomor 29 disebutkan bahwa RUPS telah menyetujui pergantian Direksi
dan Conti Chandra didepak sebagai Direkut Utama lalu digantikan warga Singapura
Toh York Yee Winston. Di akhir tulisan akta juga disebutkan bahwa “…maka seketika
itu juga akta ini ditandatangani oleh penghadap, saksi saksi dan saya,
notaries, sedangkan Tuan Conti Chandra telah meninggalkan tempat..” akta itu
dibuat pukul 12.45 WIB.
Terlihat
jelas Syaifudin memaksakan diri untuk membuat akta itu karena tentu saja tidak
bisa diterima akal sehat pada hari yang sama, tempat yang sama disebutkan Conti
Chandra meninggalkan tempat rapat dua kali. Yang pertama di pengesahan akta
nomor 28 lalu yang kedua dipengesahan akta 29 padahal tempo waktunya hanya 45
menit dari pengesahan akta 28 ke 29.
Faktanya,
Conti Chandra tidak pernah mengikuti RUPS sesuai akta nomor 28 dan 29 tersebut.
Dia hanya hadir sebenar lalu meninggalkan tempat karena agenda pembahasan rapat
tidak sesuai dengan undangan. Anehnya rapat tetap dilanjutkan oleh Syaifudin
karena menurutnya sudah sah sesuai Undang Undang nomor 30 tahun 2004 tentang
jabatan notaries dan Undang Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
Disini
terlihat jelas Syaifudin ingin mengelabui Conti Chandra dengan Undang Undang.
Padahal dalam UU nomor 30 tahun 2004 disebut secara jelas dalam pasal 16
“Notaris harus bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Lalu notaries membacakan
akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat
itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris”.
Faktanya,
Conti Chandra tidak pernah hadir dan tidak pernah menandatangani pengesahan
akta tersebut. Lantas…. Apakah dianggap sah akta akta itu…
Jika
Syaifudin menilai rapat sesuai akta nomor 28 dan 29 dianggap sah karena sudah
sesuai dengan UU Perseroan Terbatas juga dinilai keliru karena dalam UU PT
sangat jelas disebutkan dalam pasal 86
bahwa
“RUPS dapat dilangsungkan jika dalam
RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili...” kemudian “Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua”.
Faktanya pemegang saham PT BMS hanya
dua orang yakni Tjipta Fudjiarta dan Conti Chandra sehingga sesuai UU PT maka
RUPS dapat dilangsungkan jika setengah dari pemegang saham dengan hak suara
hadir. Artinya tidak mungkin hanya satu orang pemegang saham yang kebetulan mayoritas
pemilik saham bisa mengadakan rapat karena tidak mungkin rapat hanya dihadiri
satu orang saja……sungguh aneh tapi nyata…
Yang lebih konyol lagi saat
Syaifudin mengeluarkan akta nomor 2 tanggal 1 Juli 2013. Dalam akta tersebut
disebutkan telah terjadi RUPS dengan agenda perubahan susunan direksi. RUPS
jelas jelas hanya dihadiri Tjipta Fudjiarta sebagai pemegang saham dan tidak
ada surat pemberitahuan kepada pemegang saham lainya yakni Conti Chandra dan
bohong belaka jika sudah ada undangan sebelumnya karena faktanya Conti Chandra
tidak pernah menerima undangan tersebut.
Ketika saya mencoba konfirmasi
Syaifudin melalui pesan singkat atau SMS. Syaifudin yang sebelumnya tidak
pernah membalas SMS saya, entah ada angina pa tiba tiba membalasnya. Pertanyaan
saya, apakah perbuatannya yang membuat sejumlah akta akta terkait BCC Hotel
sesuai prosedur karena ada dugaan pelanggaran kode etik. Lalu dijawab Syaifudin
“Siang, maaf saat ini saya tidak bersedia karena sudah masuk ranah hukum
menunggu putusan dari pengadilan negeri batam, 23Februari 2014”.
Lalu, pertanyaan saya kedua, RUPS
yang diselenggarakan yang hanya dihadiri satu orang pemegang saham apakah sudah
sesuai prosedur ?..Dijawab Syaifudin “Saya terikat sumpah jabatan”.
Pertanyaan saya ketiga, apakah benar
atau salah bahwa bapak menerima sejumlah order yang cukup mengiurkan dari salah
satu pemegang saham sehingga bapak diduga memihak kepada dia dalam pembuatan
akta. Dijawab Syaifudin “Sebaiknya tanyakan langsung ke majelis hakim PN Batam,
OK”.
Jawaban jawaban Syaifudin tersebut
tentu tidak memuaskan. Oleh karenanya sudah tepat Conti Chandra sebagai pihak
yang dirugikan mengadukan perbuatan Notaris Syaifudin ke Majelis Pengawas
Notaris Daerah untuk mendapat keadilan. Meski demikian, sebagai negara hukum
yang menjunjung hukum diatas segalanya maka setiap warga negara sama dimata
hukum termasuk seorang notaris
Jika terduga kuat terjadi
pelanggaran pidana, kepolisian bisa memeriksa langsung Notaris Syaifudin tanpa
menunggu persetujuan dari Majelis Pengawas Notaris Daerah. Pasalnya itu pernah
terjadi di lampung saat Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan melepas
“kekebalan” notaries untuk kepentingan proses penegakan hukum. Aparat bisa
langsung memanggil dan memeriksa notaries nakal tanpa perlu menunggu persetujuan
MPD Notaris lagi. (agus salim, wartawan Koran Jakarta bertugas di Batam).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar