Jumat, 14 Februari 2014

BCC Hotel Skandal 3

Rekayasa Rampok BCC Hotel


Pengambilalihan BCC Hotel oleh Tjipta Fudjiarta diduga dimuluskan dengan sejumlah akta yang dibuat Notaris Syaifudin. Akta akta yang diduga cacat hukum tersebut mesti dibatalkan demi keadilan dan yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan perbuatanya. 

Tjipta Fudjiarta agaknya masih belum bisa tidur nyenyak dan menikmati keuntungan dari BCC Hotel karena sejumlah produk hukum yang mensahkan kepemilikan sahamnya di PT BMS patut dipertanyakan. Contohnya dalam akta nomor 3,4 dan 5 yang diterbitkan Notaris Anly Cenggana tanggal 30 Nopember 2011 disebutkan telah terjadi pengambilalihan saham dari Sutriswi, Wie Meng dan Hasan oleh Tjipta Fudjiarta.

Mestinya, Tjipta dapat menunjukan bukti otentik berupa akta asli kepemilikan saham saham tersebut dan sampai kapanpun dia tidak dapat membuktikanya karena sudah diakui sendiri Taipan asal Medan itu tidak memilikinya. Lantas apakah sudah sah kepemilikan saham tersebut ?....

Lebih konyol lagi, melalui penasihat hukumnya Fajar Syahnan Damanik dan Rekan,Tjipta Fudjiarta dalam 
jawaban atas gugatan Conti Chandra mengakui telah membeli saham Andres Sie sebanyak 28 lembar saham berdasarkan akta nomor 35 dan 36 yang diterbitkan notaries Anly Cenggana tanggal 19 Desember 2011. Padahal…. Jelas jelas dalam akta nomor 35 dan 36 disebutkan bahwa Andres Sie menjual sahamnya kepada Conti Chandra bukan ke “Tuan” Tjipta Fudjiarta.

Atas dasar akta akta yang masih dipertanyakan tesebut, pria berkacamata tebal itu seolah berjalan bak Kapiten yang punya pedang panjang lalu merasa sudah memiliki BCC Hotel padahal penjualan Hotel tersebut belum sempat dilakukan.

Arah angin kala itu mungkin berpihak pada Tjipta Fudjiarta untuk memiliki BCC Hotel, sebab mimpinya itu konon dibuka jalannya lebar lebar oleh Notaris Syaifudin. Itu dibuktikan dengan diterbitkanya akta nomor 11 dan 12 tanggal 7 September 2012, akta nomor 28 dan 29 tanggal 16 Mei 2013 serta akta nomor 1 dan 2 tanggal 01 Juli 2013.

Dalam akta yang diterbitkan tersebut terlihat upaya mendepak Conti Chandra dari PT BMS secara yuridis. Mari dikaji satu persatu akta tersebut..dalam akta nomor 11 dan 12 tanggal 7 September 2012 disebut telah terjadi pengalihan saham sebanyak 218 lembar milik Conti Chandra ke Tjipta Fudjiarta, padahal dalam transaksi tersebut Istri Conti Chandra tidak menyetujui sehingga tidak ikut serta menandatangani aktanya sehingga patut dipertanyakan keabsahanya.

Lalu dalam akta nomor 28 dan 29 tanggal 16 Mei 2013 terlihat perbuatan Notaris Syaifudin yang sangat tidak masuk akal. Di akta nomor 28 disebutkan bahwa rapat menunda untuk membahas laporan keuangan dan diakhir tulisan akta disebutkan bahwa “…. Sementara saat akta sedang dipersiapkan oleh saya, notaries, maka Tuan Conti Chandra telah meninggalkan tempat rapat..” akta itu dibuat pukul 12.00 WIB.

Lalu pada akta nomor 29 disebutkan bahwa RUPS telah menyetujui pergantian Direksi dan Conti Chandra didepak sebagai Direkut Utama lalu digantikan warga Singapura Toh York Yee Winston. Di akhir tulisan akta juga disebutkan bahwa “…maka seketika itu juga akta ini ditandatangani oleh penghadap, saksi saksi dan saya, notaries, sedangkan Tuan Conti Chandra telah meninggalkan tempat..” akta itu dibuat pukul 12.45 WIB.

Terlihat jelas Syaifudin memaksakan diri untuk membuat akta itu karena tentu saja tidak bisa diterima akal sehat pada hari yang sama, tempat yang sama disebutkan Conti Chandra meninggalkan tempat rapat dua kali. Yang pertama di pengesahan akta nomor 28 lalu yang kedua dipengesahan akta 29 padahal tempo waktunya hanya 45 menit dari pengesahan akta 28 ke 29.

Faktanya, Conti Chandra tidak pernah mengikuti RUPS sesuai akta nomor 28 dan 29 tersebut. Dia hanya hadir sebenar lalu meninggalkan tempat karena agenda pembahasan rapat tidak sesuai dengan undangan. Anehnya rapat tetap dilanjutkan oleh Syaifudin karena menurutnya sudah sah sesuai Undang Undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaries dan Undang Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Disini terlihat jelas Syaifudin ingin mengelabui Conti Chandra dengan Undang Undang. Padahal dalam UU nomor 30 tahun 2004 disebut secara jelas dalam pasal 16 “Notaris harus bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Lalu notaries membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris”.

Faktanya, Conti Chandra tidak pernah hadir dan tidak pernah menandatangani pengesahan akta tersebut. Lantas…. Apakah dianggap sah akta akta itu…

Jika Syaifudin menilai rapat sesuai akta nomor 28 dan 29 dianggap sah karena sudah sesuai dengan UU Perseroan Terbatas juga dinilai keliru karena dalam UU PT sangat jelas disebutkan dalam pasal 86  bahwa   

RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili...” kemudian “Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua”.

Faktanya pemegang saham PT BMS hanya dua orang yakni Tjipta Fudjiarta dan Conti Chandra sehingga sesuai UU PT maka RUPS dapat dilangsungkan jika setengah dari pemegang saham dengan hak suara hadir. Artinya tidak mungkin hanya satu orang pemegang saham yang kebetulan mayoritas pemilik saham bisa mengadakan rapat karena tidak mungkin rapat hanya dihadiri satu orang saja……sungguh aneh tapi nyata…
Yang lebih konyol lagi saat Syaifudin mengeluarkan akta nomor 2 tanggal 1 Juli 2013. Dalam akta tersebut disebutkan telah terjadi RUPS dengan agenda perubahan susunan direksi. RUPS jelas jelas hanya dihadiri Tjipta Fudjiarta sebagai pemegang saham dan tidak ada surat pemberitahuan kepada pemegang saham lainya yakni Conti Chandra dan bohong belaka jika sudah ada undangan sebelumnya karena faktanya Conti Chandra tidak pernah menerima undangan tersebut.

Ketika saya mencoba konfirmasi Syaifudin melalui pesan singkat atau SMS. Syaifudin yang sebelumnya tidak pernah membalas SMS saya, entah ada angina pa tiba tiba membalasnya. Pertanyaan saya, apakah perbuatannya yang membuat sejumlah akta akta terkait BCC Hotel sesuai prosedur karena ada dugaan pelanggaran kode etik. Lalu dijawab Syaifudin “Siang, maaf saat ini saya tidak bersedia karena sudah masuk ranah hukum menunggu putusan dari pengadilan negeri batam, 23Februari 2014”.

Lalu, pertanyaan saya kedua, RUPS yang diselenggarakan yang hanya dihadiri satu orang pemegang saham apakah sudah sesuai prosedur ?..Dijawab Syaifudin “Saya terikat sumpah jabatan”.
Pertanyaan saya ketiga, apakah benar atau salah bahwa bapak menerima sejumlah order yang cukup mengiurkan dari salah satu pemegang saham sehingga bapak diduga memihak kepada dia dalam pembuatan akta. Dijawab Syaifudin “Sebaiknya tanyakan langsung ke majelis hakim PN Batam, OK”.
Jawaban jawaban Syaifudin tersebut tentu tidak memuaskan. Oleh karenanya sudah tepat Conti Chandra sebagai pihak yang dirugikan mengadukan perbuatan Notaris Syaifudin ke Majelis Pengawas Notaris Daerah untuk mendapat keadilan. Meski demikian, sebagai negara hukum yang menjunjung hukum diatas segalanya maka setiap warga negara sama dimata hukum termasuk seorang notaris

Jika terduga kuat terjadi pelanggaran pidana, kepolisian bisa memeriksa langsung Notaris Syaifudin tanpa menunggu persetujuan dari Majelis Pengawas Notaris Daerah. Pasalnya itu pernah terjadi di lampung saat Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan melepas “kekebalan” notaries untuk kepentingan proses penegakan hukum. Aparat bisa langsung memanggil dan memeriksa notaries nakal tanpa perlu menunggu persetujuan MPD Notaris lagi. (agus salim, wartawan Koran Jakarta bertugas di Batam).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar