Pemerintah pusat harus segera membangun pusat pertumbuhan ekonomi modern di sepanjang jalur selat malaka untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi yang pesat dari Singapura dan Malaysia.
Singapura dan Malaysia mengumumkan rencana mereka membangun jalur kereta cepat yang menghubungkan dua negara itu. Proyek yang ditargetkan selesai 2020 itu nantinya akan mempersingkat waktu perjalanan antara Singapura ke Kuala Lumpur menjadi hanya 90 menit dari empat jam perjalanan.
Anggota DPR RI asal Provinsi Kepri, Harry Azhar Azis mengatakan, dibangunya jalur kereta api cepat antara Singapura dan Malaysia akan semakin mengokohkan kedua kawasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Terlebih Singapura dan Malaysia juga masih memiliki sejumlah proyek raksasa yang segera direalisasikan dalam beberapa tahun kedepan, seperti Malaysia yang sedang membangun pelabuhan kargo terbesar di Asean sedangkan Singapura sedang membangun bandara baru.
Kondisi demikian, kata Harry mestinya menjadi bahan bagi pemerintah untuk segera merealisasikan proyek yang sudah direncanakan agar Indonesia tidak tertinggal dibanding negara tetangga.
“Pembangunan jalur kereta api Singapura-Malaysia akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan FTZ BBK. Namun, mestinya kawasan ini tidak hanya sebagai daerah yang menerima dampak saja tetapi ikut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kawasan,” katanya kepada Koran Jakarta, Jumat (22/2).
Menurut Harry, proyek kereta api cepat Singapura-Malaysia akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan terutama kawasan FTZ BBK (Free trade zone Batam, Bintan dan Karimun) sebagai daerah terdekat dari dua negara tersebut. Salah satu dampak positif meningkatnya perdagangan antar kawasan karena dengan akses yang semakin cepat akan meningkatkan permintaan terhadap barang konsumsi seperti kebutuhan pokok.
Meski demikian, Indonesia atau kawasan FTZ BBK mestinya tidak hanya sekedar mendapat limpahan dari proyek itu, tetapi kawasan ini harus ikut menentukan pertumbuhan ekonomi kawasan. Oleh karenanya, pemerintah pusat harus mulai membangun kawasan ekonomi baru di sepanjang jalur selat malaka untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dari Singapura dan Malaysia.
Sekretaris Dewan Kawasan FTZ BBK, Jon Arizal mengatakan, kawasan FTZ BBK tidak secara langsung mendapat dampak dari dibangunnya jalur kereta api Singapura-Malaysia, tetapi kawasan ini akan menjadi penopang bagi pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut.
Menurutnya, Singapura memiliki keterbatasan lahan sehingga harus memperbesar ruang geraknya dengan membuka akses secara langsung dengan kawasan terdekatnya seperti dengan Johor Malaysia. Peluang itu, sebenarnya bisa dimanfaatkan Indonesia dengan membangun jembatan Batam-Singapura atau membangun terowongan bawah laut untuk jalur kendaraan. Namun hal tersebut butuh komitmen dan kemauan politik dari Pemerintah pusat.
Ketua Kadin Kepri, Johanes Kennedy
pesimistis kawasan FTZ BBK bisa menjadi kekuatan penyeimbang terhadap
pertumbuhan ekonomi di Singapura dan Malaysia. Pasalnya, hingga saat ini
pertumbuhan ekonomi di kawasan FTZ BBK cenderung stagnan dan justru sejumlah
investor merelokasi pabriknya.
Itu disebabkan pemerintah kurang
serius membangun kawasan FTZ BBK dan peran Dewan Kawasan FTZ BBK yang belum
maksimal sehingga pertumbuhan ekonomi kawasan yang memiliki banyak fasilitas
itu kurang berjalan.
Padahal, kata Jon negara tetangga
Singapura dan Malaysia yang berjarak hanya beberapa menit dari Batam terus
melakukan pembangunan dan semakin menarik bagi investor asing untuk menanamkan
modalnya. Kondisi demikian, mestinya menjadi renungan bagi pemerintah pusat
untuk mulai dan segera mengelola kawasan FTZ BBK lebih serius. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar