Rabu, 26 Februari 2014

Kesiapan Kepri Jelang Pasar Bebas Asean


Komunitas Ekonomi ASEAN yang akan mulai diberlakukan tahun 2015, berarti mulai berlaku juga pasar bebas atau ASEAN Free Trade Area. Untuk itu, pemerintah diharapkan mendorong masyarakat untuk memahami standar kelas internasional, seperti ISO yang dikeluarkan oleh International Organization for Standardization agar produk yang dihasilkan termasuk dari Provinsi Kepri bisa bersaing dengan produk sejenis yang dihasilkan negara lain di kawasan Asean.

Penyatuan ekonomi negara negara di kawasan Asia Tenggara tinggal menghitung hari dan itu berarti perdagangan di kawasan ini tak lagi dibatasi dengan regulasi, tetapi semua kegiatan yang terkait dengan prekonomian dilakukan lintas negara hanya dengan persyaratan antara lain standar internasional pada bidang jasa dan barang.
Sebagai salah satu anggota ASEAN, Indonesia akan berhadapan dengan sembilan negara lain yang juga anggota ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat di negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, maka pasar besar Asean nantinya akan bertumpu pada Pasar tunggal dan basis ekonomi, Kawasan berdaya saing tinggi, Integrasi ke dalam ekonomi global, dan Pembangunan ekonomi yang merata.
Sayangnya, meski Indonesia merupakan negara yang paling besar dari segi wilayah dan populasi penduduk dari anggota Asean lainnya namun dari sector perdagangan masih belum mampu menyaingi beberapa negara Asean.
Pengamat ekonomi Faisal Basri dalam seminar ekonomi menghadapi pasar bebas Asean di Batam beberapa waktu lalu mengatakan, untuk beberapa sector perdangan, Indonesia masih mengalami deficit seperti produk manufacturing, produk makanan serta minyak dan gas. Indonesia juga dinilai sebagai negara yang belum siap menghadapi pasar bebas Asean karena beberapa kendala seperti daya saing UKM (usaha kecil menengah) yang rendah, beberapa daerah tujuan wisata (DTW) yang tidak siap menghadapi arus wisatawan nusantara dan mancanegara. Birokrasi yang kurang efisien dan infrastruktur masih belum memadai khususnya di daerah.
Menghadapi Asean Economic Community perlu banyak persiapan seperti ketersediaan infrastruktur dan Sumber Daya Manusia. Sebagai negara besar, Indonesia juga harus mulai menyatukan atau menghubungkan terlebih dahulu perekonomian nasional dengan cara membangun system logistic yang professional. Secara pisik, persiapan yang dibutuhkan seperti transportasi, teknologi informasi dan energy.
Pemerintah pusat juga perlu mulai mempersiapkan daerah menghadapi pasar bebas Asean, terutama daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Provinski Kepulauan Riau (Kepri). Pasalnya, jika daerah belum siap menghadapinya dikhawatirkan Indonesia akan menghadapi persoalan besar. Padahal, Komunitas Ekonomi Asean 2015 justru untuk mencapai stabilitas, kesejahteraan, dan daya saing tinggi di negara-negara anggota ASEAN.
Salah satu kekhawatiran adalah persaingan global, terutama ekonomi dan perdagangan, akan menyerbu ASEAN karena ada 600 juta penduduk di kawasan ini. Indonesia akan menjadi ’sasaran empuk’ karena berpenduduk yang paling banyak sehingga menjadi pasar yang potensial bagi perdagangan dunia.
Gubernur Kepri, H.M Sani mengatakan, Kepri merupakan daerah terdepan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Vietnam sehingga pemberlakuan Pasar Bebas Asean akan langsung menyeret perekonomian Kepri, terlebih selama ini tiga daerah di Kepri yakni Batam, Bintan dan Karimun sudah memberlakukan pasar bebas dengan statusnya sebagai kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas atau Free Trade Zone.
Tabel : Logistic Performance Index, 2012   n = 155
Pelaksana Tugas Ketua Kadin Kepri, Nada Faza Soraya Kepri dinilai masih belum siap menghadapi penyatuan ekonomi Asean di tahun 2015 karena masih banyak kendala. Beberapa kendala antara lain, kualitas produk UKM yang masih rendah sehingga dikuatirkan sulit bersaing dengan produk sejenis dari negara lain. Untuk itu, pemerintah daerah harus dapat memberi pengertian pada pelaku usaha kecil dan menengah untuk segera membenahi bisnisnya.

“Banyak produk yang dihasilkan UKM belum memiliki daya saing disebabkan pengelolaan packing atau kemasan yang belum professional dan kurangnya promosi,” katanya.

Selain daya saing produk UKM yang dinilai masih rendah, Kepri juga belum memiliki pelabuhan berstandar internasional untuk menunjang aktivitas ekspor impor. Oleh karena itu rencana pemerintah yang akan membangun pelabuhan Tanjung Sauh harus dipercepat.

Menurut Nada, keberadaan pelabuhan batu ampar dan beberapa pelabuhan lainnya yang ada di Batam saat ini masih belum cukup untuk menghadapi ekonomi Asean 2015 karena kapasitasnya sangat terbatas. Untuk itu, dibutuhkan pelabuhan dengan kapasitas yang lebih besar untuk menampung lebih banyak container.
”Pemerintah mestinya bisa mengembangkan salah satu atau beberapa pelabuhan di Indoneia menjadi hub (pusat koneksi ke berbagai pelabuhan dunia). Ini sangat memungkinkan karena letak geografis Indonesia yang sangat strategis yang menjadi penghubung antara Barat dan Timur serta antara Utara dan Selatan dan salah satu tempat yang layak adalah Pulau Batam,” katanya. (gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar