Sengketa
kepemilikan Hotel mewah berbintang empat yang juga menjadi ikon Kota Batam berawal
dari penjualan saham dan aset yang belum dibayar, lalu kasus mencuat setelah
notaris menerbitkan sejumlah akta hanya berlandaskan dokumen fotocopy yang
salah satu isinya mendepak salah seorang pemegang saham dari kepengurusan
perusahaan.
Batam City Condotel
(Hotel BCC) termasuk salah satu hotel mewah di Batam berbintang empat dengan
tinggi lantai sebanyak 30 dan terdiri dari 160 kamar ditambah 132 apartemen.
Hotel yang menjadi Ikon Kota Batam tersebut dibangun oleh PT Bangun Megah
Semesta (BMS) awalnya didirikan oleh lima pengusaha yang menjadi pemegang saham
perseroan yakni Conti Chandra, Sutriswi, Wie Meng, Hasan dan Tony.
Ditengah perjalanan,
empat pemegang saham yakni Sutriswi, Wie Meng, Hasan dan Tony menjual seluruh
saham mereka ke Conti Chandra sehingga seluruh saham sejumlah 280 lembar
diharga satu juta rupiah per lembar tersebut dimiliki Conti Chandra. Sesuai
dengan Undang Undang Perseroan Terbatas (UUPT), Conti Chandra selanjutnya harus
mencari minimal satu orang pendamping untuk menghindari pembekuan perseroan
lalu diajaklah Tjipta Fudjiarta yang masih punya hubungan kerabat untuk
bergabung.
Pada awal bergabung di
PT BMS, Tjipta Fudjiarta memberi pinjaman ke Conti Chandra sekitar 27 miliar
rupiah untuk operasional dan biaya tambahan pembangunan BCC Hotel dan untuk itu
dia diangkat menjadi komisaris perusahaan. Kemudian, Tjipta Fudjiarta
selanjutnya ingin memiliki saham di PT BMS, singkat cerita akhirnya dia membeli
lebih 80 persen saham perseroan sehingga menjadi pemegang saham mayoritas dan
Conti Chandra hanya memiliki sisa saham sekitar 12,5 persen.
Penjualan saham dari
Conti Chandra ke Tjipta Fudjiarta tersebut dikemudian hari menjadi masalah
karena sebagian besar saham yang dibeli belum dilakukan pembayaran namun
notaris telah menerbitkan akta jual beli saham tersebut, selain itu penjualan
aset berupa Gedung BCC Hotel juga belum dilakukan. Conti Chandra selanjutnya
melakukan gugatan secara perdata dan kasus ini juga turut ditangani lembaga
Ombusdman serta Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Kepri karena melibatkan pihak
pihak seperti Pejabat Notaris dan PT Bank Ekonomi Raharja Tbk.
Kepala Ombusdman Kepri,
Yusron Roni mengatakan, telah membahas sengketa BCC Hotel dan menemukan
indikasi kebenaran dari laporan Conti Chandra terhadap pejabat Notaris
Syaifudin yang membuat akta “bodong” dan meminta Majelis Pengawas Notaris
Daerah memeriksa pejabat notaries bersangkutan atas dugaan pelanggaran kode
etik.
Yusron Roni juga minta
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memeriksa Direksi PT Bank Ekonomi Raharja Tbk
karena diduga salah prosedur dalam membuat keputusan mengeluarkan nama Conti
Chandra dari keuangan perseroan di Bank tersebut.
Kepala Otoritas Jasa
Keuangan Provinsi Kepri, Tajudin kepada Koran Jakarta mengatakan, Bank mestinya
berhati hati dalam membuat suatu keputusan terlebih dan dapat memastikan
legalitas debitur dengan memeriksa dokumen yang ada. Jika keputusan tersebut
menyangkut hak seseorang atas kepemilkan suatu benda yang sedang diperkarakan
mestinya Bank menunggu adanya keputusan yang ingkrah dari pengadilan.
Sementara itu, Majelis
Pengawas Notaris Daerah Kota Batam yang memeriksa Syaifudin hingga saat ini
belum mengambil satu keputusan karena dalam panggilan pertama dan kedua
Syaifudin tidak hadir dan panggilan ketiga justru tidak membahas pokok
persoalan.
Ketika Koran ini
melakukan konfirmasi ke Syaifudin dikatakan bahwa dia tidak bersedia memberi
komentar karena kasusnya sudah masuk pengadilan. Syaifudin juga tidak menjawab
apakah sudah melanggar kode etik jabatan atau tidak saat membuat akta akta
terkait BCC Hotel.
Pengamat Hukum Bisnis
Frans Hendra Winata mengatakan, notaris tidak dapat membuat akta baru
berlandaskan akta fotocopy dan akta baru tersebut bisa batal demi hukum.
Salah seorang Notaris
Senior yang tidak mau disebutkan namanya juga mengatakan pembuatan akta
mestinya berurutan dan untuk membuat akta baru harus didasari pada akta
sebelumnya yang harus ditunjukan akta aslinya bukan akta fotocopy.
Selain Syaifudin,
Notaris Anly Cenggana juga turut bertanggung jawab karena sebelum Syaifudin dia
yang membuat akta jual beli saham. Akta tersebut telah diterbitkan dan
didaftarkan meskipun kewajiban pembeli untuk membayar belum dilakukan.
Ironisnya disaat kasus
ini menyeruak, Direktur Utama BCC Hotel, Winston telah melakukan penjualan aset
berupa apartemen kepada pihak ketiga. Mestinya menunggu keputusan pengadilan
baru bisa dilakukan penjualan aset dan konon Tjipta Fudjiarta juga akan menjual
BCC Hotel kepada kelompok usaha lainnya.
Salah satu Direktur BCC Hotel, Jauhari membenarkan telah dijualnya sejumlah apartemen kepada pihak ketiga. Itu dilakukan perseroan karena merasa optimistis akan memenangkan perkara tersebut, meski banyak bukti dan fakta yang mestinya memenangkan pihak Conti Chandra.
Salah satu Direktur BCC Hotel, Jauhari membenarkan telah dijualnya sejumlah apartemen kepada pihak ketiga. Itu dilakukan perseroan karena merasa optimistis akan memenangkan perkara tersebut, meski banyak bukti dan fakta yang mestinya memenangkan pihak Conti Chandra.
Sementara itu, Tjipta Fudjiarta yang dihubungi
melalui seluler tidak menjawab dan akan menunggu putusan pengadilan. Namun,
ketika dikonfirmasi kepemilkan akta atau kwitansi asli hasil pembelian saham,
Tjipta mengatakan tidak memilikinya dan hanya memiliki yang fotocopy karena
yang asli memang masih dipegang Conti Chandra.
Penasehat hukum Conti
Chandra, Mustari mengatakan, banyak bukti dan fakta yang dapat memenangkan
klienya dan Tjipta Fudjiarta tidak dapat mengelak dari kewajibanya untuk
membayar pembelian saham serta aset gedung BCC Hotel. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar