Minggu, 23 Februari 2014

Terbelit Investasi Hotel BCC




Sengketa kepemilikan Hotel mewah berbintang empat yang juga menjadi ikon Kota Batam berawal dari penjualan saham dan aset yang belum dibayar, lalu kasus mencuat setelah notaris menerbitkan sejumlah akta hanya berlandaskan dokumen fotocopy yang salah satu isinya mendepak salah seorang pemegang saham dari kepengurusan perusahaan.

Batam City Condotel (Hotel BCC) termasuk salah satu hotel mewah di Batam berbintang empat dengan tinggi lantai sebanyak 30 dan terdiri dari 160 kamar ditambah 132 apartemen. Hotel yang menjadi Ikon Kota Batam tersebut dibangun oleh PT Bangun Megah Semesta (BMS) awalnya didirikan oleh lima pengusaha yang menjadi pemegang saham perseroan yakni Conti Chandra, Sutriswi, Wie Meng, Hasan dan Tony.

Ditengah perjalanan, empat pemegang saham yakni Sutriswi, Wie Meng, Hasan dan Tony menjual seluruh saham mereka ke Conti Chandra sehingga seluruh saham sejumlah 280 lembar diharga satu juta rupiah per lembar tersebut dimiliki Conti Chandra. Sesuai dengan Undang Undang Perseroan Terbatas (UUPT), Conti Chandra selanjutnya harus mencari minimal satu orang pendamping untuk menghindari pembekuan perseroan lalu diajaklah Tjipta Fudjiarta yang masih punya hubungan kerabat untuk bergabung.

Pada awal bergabung di PT BMS, Tjipta Fudjiarta memberi pinjaman ke Conti Chandra sekitar 27 miliar rupiah untuk operasional dan biaya tambahan pembangunan BCC Hotel dan untuk itu dia diangkat menjadi komisaris perusahaan. Kemudian, Tjipta Fudjiarta selanjutnya ingin memiliki saham di PT BMS, singkat cerita akhirnya dia membeli lebih 80 persen saham perseroan sehingga menjadi pemegang saham mayoritas dan Conti Chandra hanya memiliki sisa saham sekitar 12,5 persen.

Penjualan saham dari Conti Chandra ke Tjipta Fudjiarta tersebut dikemudian hari menjadi masalah karena sebagian besar saham yang dibeli belum dilakukan pembayaran namun notaris telah menerbitkan akta jual beli saham tersebut, selain itu penjualan aset berupa Gedung BCC Hotel juga belum dilakukan. Conti Chandra selanjutnya melakukan gugatan secara perdata dan kasus ini juga turut ditangani lembaga Ombusdman serta Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Kepri karena melibatkan pihak pihak seperti Pejabat Notaris dan PT Bank Ekonomi Raharja Tbk.

Kepala Ombusdman Kepri, Yusron Roni mengatakan, telah membahas sengketa BCC Hotel dan menemukan indikasi kebenaran dari laporan Conti Chandra terhadap pejabat Notaris Syaifudin yang membuat akta “bodong” dan meminta Majelis Pengawas Notaris Daerah memeriksa pejabat notaries bersangkutan atas dugaan pelanggaran kode etik.

Yusron Roni juga minta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memeriksa Direksi PT Bank Ekonomi Raharja Tbk karena diduga salah prosedur dalam membuat keputusan mengeluarkan nama Conti Chandra dari keuangan perseroan di Bank tersebut.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Kepri, Tajudin kepada Koran Jakarta mengatakan, Bank mestinya berhati hati dalam membuat suatu keputusan terlebih dan dapat memastikan legalitas debitur dengan memeriksa dokumen yang ada. Jika keputusan tersebut menyangkut hak seseorang atas kepemilkan suatu benda yang sedang diperkarakan mestinya Bank menunggu adanya keputusan yang ingkrah dari pengadilan.
Sementara itu, Majelis Pengawas Notaris Daerah Kota Batam yang memeriksa Syaifudin hingga saat ini belum mengambil satu keputusan karena dalam panggilan pertama dan kedua Syaifudin tidak hadir dan panggilan ketiga justru tidak membahas pokok persoalan.

Ketika Koran ini melakukan konfirmasi ke Syaifudin dikatakan bahwa dia tidak bersedia memberi komentar karena kasusnya sudah masuk pengadilan. Syaifudin juga tidak menjawab apakah sudah melanggar kode etik jabatan atau tidak saat membuat akta akta terkait BCC Hotel.

Pengamat Hukum Bisnis Frans Hendra Winata mengatakan, notaris tidak dapat membuat akta baru berlandaskan akta fotocopy dan akta baru tersebut bisa batal demi hukum.
Salah seorang Notaris Senior yang tidak mau disebutkan namanya juga mengatakan pembuatan akta mestinya berurutan dan untuk membuat akta baru harus didasari pada akta sebelumnya yang harus ditunjukan akta aslinya bukan akta fotocopy.

Selain Syaifudin, Notaris Anly Cenggana juga turut bertanggung jawab karena sebelum Syaifudin dia yang membuat akta jual beli saham. Akta tersebut telah diterbitkan dan didaftarkan meskipun kewajiban pembeli untuk membayar belum dilakukan.

Ironisnya disaat kasus ini menyeruak, Direktur Utama BCC Hotel, Winston telah melakukan penjualan aset berupa apartemen kepada pihak ketiga. Mestinya menunggu keputusan pengadilan baru bisa dilakukan penjualan aset dan konon Tjipta Fudjiarta juga akan menjual BCC Hotel kepada kelompok usaha lainnya. 

Salah satu Direktur BCC Hotel, Jauhari membenarkan telah dijualnya sejumlah apartemen kepada pihak ketiga. Itu dilakukan perseroan karena merasa optimistis akan memenangkan perkara tersebut, meski banyak bukti dan fakta yang mestinya memenangkan pihak Conti Chandra.

 Sementara itu, Tjipta Fudjiarta yang dihubungi melalui seluler tidak menjawab dan akan menunggu putusan pengadilan. Namun, ketika dikonfirmasi kepemilkan akta atau kwitansi asli hasil pembelian saham, Tjipta mengatakan tidak memilikinya dan hanya memiliki yang fotocopy karena yang asli memang masih dipegang Conti Chandra.

Penasehat hukum Conti Chandra, Mustari mengatakan, banyak bukti dan fakta yang dapat memenangkan klienya dan Tjipta Fudjiarta tidak dapat mengelak dari kewajibanya untuk membayar pembelian saham serta aset gedung BCC Hotel. (gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar